CLICK HERE FOR THOUSANDS OF FREE BLOGGER TEMPLATES »

Sabtu, 19 Juli 2008

Sepeda Sang Sarjana




Siang itu udara begitu panas, angin yang bertiup disertai dengan debu menambah suasana semakin tidak nyaman. Hari itu memang aku libur kerja, usai mandi aku memilih untuk dikamar saja, istirahat sembari melepaskan semua kepenatan dengan mendengarkan aluna musik dari MP3 Playerku.

Tak ada manusia lain di tempat kosku, semua sibuk dengan aktivitas masing-masing. Hanya aku yang berdiam diri dikamar depan. Tak lama kemudian mata ini terasa berat, lagu-lagu dari penyanyi kenamaan Mariah Carey yang sedari tadi kudengarkan serasa meninabobokan aku. Mulai kupejamkan mataku, namun tak lama aku di kagetkan suara pintu gerbang yang dibuka dengan kasar. Aku tersentak, namun tak membuatku bangun dari ranjang sempit di kamar kosku.

Aku hanya menerka-nerka siapa yang membuka pintu,
sampai akhirnya ku biarkan mata ini kembali terpejam. Namun lagi-lagi terbuka kembali, "April..." suara yang tak asing lagi di teliangaku itu memanggilku. Mau tak mau aku hurus keluar kamar. "Barusan pulang mbak?" sapaku, mbak Nafila salah satu penghuni di rumah kos yan aku tempati, seorang yang luar biasa tangguhnya, Seorang mahasiswa di salah satu Unversitas negeri di kota pelajar ini.

Dia seorang pekerja keras, dia hampir menyelesaikan S1'nya penuh dengan perjuangan yang mungkin kelak dapat dijadikan cerita untuk anak cucunya. Memberikan les private dari satu rumah ke rumah yang mengundanganya untuk menyambung hari esok. Hingga berjualan peyek untuk biaya kosnya.

"Gak kerja ya pril?" tanyanya sembari menyeka keringat yang sedari tadi meleleh di pipinya. "Libur kok, Nyatai di rumah" jawabku. Kulihat baju bagian belakang mbak Fila basah dengan keringat

read more.....

Kamis, 03 Juli 2008

PengGaLan CeRitA



Kapan Aku Bahagia?

Aku mulai menari mengikuti dentuman musik yang lebih menonjolkan irama sexy dan perlahan menghipnotis ratusan pengunjung yang hadir. Malam ini memang group danceku ditugaskan untuk mengisi salah satu acara pertandingan tinju. Acara yang rutin diadakan oleh pemerintah setempat ini bertujuan untuk menggali potensi para petinju muda di kota dimana aku lahir dan dibesarkan. Dengan pakaian yang super mini, yang hanya mengenakan kemben berwarna hitam ketat, hotpant, sepatu boat hitam, serta gemerlap lampu arena ditambah gerakan sexy membuat pengunjung acara yang didominasi kaum adam ini terperangah.

Dari awal, ketika Host acara pertandingan tinju ini menyebut mana group danceku, semua pengujug ikut berterika menyeru nama yang sudah akrab di telinga mereka. Lima bulan terakhir ini nama “Ruma dance” sering disebut-sebut, bahkan dinantikan ratusan pengunjung acara yang rutin diadakan seminggu sekali tersebut. Dalam hati kecilku berdecak, memang tak heran jika pengunjung banyak yang menantikan penampilan groupku, “laki-laki mana sih yang nggak suka kalo dikasih liat paha-paha mulus ditambah gerakan-gerakan yang sedikit nakal” gumamku sambil tetap mengikuti gerakan.

Tanpa sadar senyum yang semula menghiasi bibirku perlahan menghilang seiring dengan banyaknya mata-mata liar yang seolah menelanjangi tubuhku. Mbak Sherli panggilan akrab pelatih danceku melolot seketika karena mendapati bibirku yang mengenakan lipstick pink segar mulai monyong dua sentimeter.

Aku dan keempat personil lainnya memang selalu dilatih untuk tetap tersenyum ketika berada di atas panggung. Meskipun masuk angin akibat baju yang dikenakan terlalu terbuka, aku dan kawan-kawanku masih saja menebar senyum manis kepada setiap pengunjung tempat dimana group danceku tampil.

Pernah sekali, waktu tampil di stadion di kotaku dalam acara pertandingan sepak bola antar kota, aku terpeleset karena hanya menggunakan kos kaki saja tanpa sepatu, sedangkan rumput dan lapangan sangat licin akibat sebelumnya gerimis. Aku sempat terjatuh, namun dengan tetap tersenyum manis dan sedikit nakal, para penonton seakan tak menghiraukan kesalahan fatal itu. Mereka larut dalam paha dencer-dencer dengan rok mininya yang sesekali tersingkap karena gerakan yang atraktif dan sexy.

Usai tugasku dan keemapat personil lainnya memberikan suguhan dance yang lebih tepat disebut sexy dance itu selesai, kami langsung masuk ke kamar ganti yang letaknya dibelakang ring arena tinju tersebut. Sebelum sempat menarik nafas, mbak Sherli menyusul ke kamar ganti dengan wajah garang melihat tajam ke arahku. Bagai srigala yang melihat seonggok daging dan siap mecabik. “Kamu tau nggak, kalau setiap tampil kamu memasang wajah seperti itu akan mengurangi jam terbang kita, dan perlahan akan membunuh popularitas kita” umpat mbak Sherli.

Aku dan empat temanku sudah terbiasa dengan omelan dan umpatan yang disampaikan mbak Sherli, meskipun penampilanku dan keempat kawanku sudah perfect, tapi masih ada saja yang di kritik. “Udah lah Rick, kyak nggak tau kebiasaan mbak Sherli aja sih, diemin aja nanti juga capek sendiri kok” tutur Sasti salah satu personil danceku yang juga sering kena damprat mbak Amel karena gerakan yang kerap kali salah.

“Aku capek dengan keadaan seperti ini, setiap saat harus ready. Mbak Sherli nggak pernah perduli kita sakit atau bahkan besuk ada ujian” gumamku lirih. Tak ada sepatah katapun yang keluar dari mulut keempat kawanku. Mereka hanya menatap heran kearahku. Bagaimana tidak, dari kelima personil danceku yang paling bersemangat saat latihan adalah aku. Aku segara menghapus make-up yang serasa tebal ini dari wajahku. Aku tatap wajahku lekat-lekat di depan cermin, anganku melayang membayangkan wajah kecilku yang dulu. Erika yang polos telah lama menghilang seiring dengan bertambahnya usia.

Sempat terbersit penyesalan mengapa aku memilih jalan semacam ini. Erika kecil yang dulu kerap kali menggunakan kerudung pink dan pergi ke Masjid samping rumah sekedar hanya melihat anak-anak yang sibuk mengaji. Dan sampai akhirnya bibir kecil itu bisa melafalkan ayat-ayat suci Al quran dengan terbata-bata. Tapi seiring dengan bertambahnnya usia, Erika kini berubah menjadi seorang gadis remaja jelita yang mudah bergaul, baju-baju sexy kerap kali mengiringi setiap langkahnya. Jilbab kecil yang dulu dikenakannya sekarang sudah tak didapati lagi dimana rimbanya.

Lamunanku terpecah ketika tangan lembut putih bersih menepuk pundakku, “Rick kamu ini kenapa sich? Kayaknya kamu lagi ada masalah, nggak biasanya kamu terpengaruh kata-kata mbak Sherli” ungkap Sasti yang menyadari kemurunganku hari ini. Aku, Sasti, Amel, Tika, dan Okta memang sudah berteman lama. Kami saling tau dan mengerti ketika salah satu diantara kita sedang ada masalah. “Aku capek Sas, aku mulai bosen dengan situasi ini, kita harus bermanis-manis setiap saat. Dengan menonjolkan kemolekan tubuh kita, kamu nggak ngarasa bosen Sas?” tanyaku lirih dengan wajah tertunduk lesu.

“Rick kyaknya kita udah terbiasa deh dengan keadaan seperti ini, kamu kok baru aja nyadar sih. Udah terlalu banyak orang yang ngeliat tubuh kamu pakian sexy seperti telangjang itu” kata-kata yang keluar dari bibir tipis Okta itu bagaikan mata pisau yang ditancapkan di diuluh jantungku. “Udah Ok, temenya lagi sedih kok malah ngomong kyak gitu sih, harusnya kita kan ikut prihatin dan mencari jalan keluar yang terbaik” sela Tika berusaha menetralisir suasana.

Aku beranjak pergi meninggalkan keempat sahabatku yang terlihat mengkhwatirkan keadaanku. Aku melangkah gontai meninggalkan ruangan yang serasa akan menghimpit tubuhku. Aku juga bingung dengan keadaanku hari ini, tubuh serasa menyangga beban yang beratnya mencapai berton-ton. “Ada apa dengan diriku?” desisiku lirih sambil tetap mengayunkan langkah gontaiku.

Sesampainya di mobil yang senantiasa menemani Ruma dance dalam setiap acara, aku langsung melempar tubuhku ke jog mobil X Trail yang bermotif dalmation itu. Pak Rohmad, sopir pribadi mbak Sherli yang tidur di atas setir mobil langsung tersentak kaget sembari mengusap butiran-butiran air yang keluar dari mulutnya. “Udah selesei mbak, lha temen-temen yang lainnya mana?” Tanya laki-laki separuh baya itu, entah mengapa hanya untuk menjawab pertanyaan yang sepele aja mulutku masih juga enggan terbuka. Aku hanya memandangi wajah kusam dengan mata merah itu. Pak Rohmad juga melihat heran kepadaku. Mungkin dalam hati orang itu bertanya-tanya, apa yang terjadi dengan anak ini kok nggak secerewet biasanya.

Selang beberapa menit kemudian, Mbak Sherli dan yang lainnya menyusul masuk mobil X Trail warna hitam bernopol AG 486 S. Mbak Sherli sempat menawarkan untuk mampir ke temapat makan, tapi Tika menolak dengan alasan sudah hampir pagi. Mobil kesayangan mbak Sherli mengantarkan kami ke rumah masing-masing. Di perjalanan tak satupun dari kami yang berbicara, entah sedang kecapekan ato memang aku penyebab suasana yang tidak menyenagkan ini.


“Bye…semua, sampai ketemu besuk yaaa” ucapku lirih kepada penghuni mobil itu, “Ok deh, mandi dulu loh!! Biar gak panuan” celetuk Sista, aku cuma nyengir kuda, berusaha mencairkan suasana. Mobil itu menghilang seiring lambaian tanganku. “Huuuhhh…..akhirnya nyampek rumah juga nih, capek banget” aku ngedumel sendiri sambil mengetuk pintu rumahku pelan. “Rika pulangnya kok sampai pagi sih?, Ibu khawatir dari tadi nunggu kamu, sama sekali nggak ngasih kabar” suara pelan Ibu kesayanganku menyambutku di depan pintu. “Erika capek buk, boleh langsung tidur kan? Nanti kita bahas buk, bangunin Rika kalau sudah waktunya berangkat sekolah besuk ya!” pintaku memotong pembicaraan ibuku.

Aku melihat sekilas wajah ibu kesayanganku nampak sedih, bagaimana tidak putri satu-satunya di keluarga sering sekali pulang larut malam, bahkan tak jarang pulang pagi. Sebenarnya ibu tidak begitu setuju dengan pilihanku saat ini, ibu menginginkan aku untuk focus ke pelajaran di sekolah. Tapi aku tetap kukuh dengan pendirianku, akhirnya ibuku tidak bisa berbuat banyak. Ibuku mengetahui aku sangat suka dengan dance, tapi ibuku tidak mengetahui bagaimana dance yang aku bawakan bersama teman-temanku seperti apa.

Aku merebahkan tubuhku di ranjang kamar, tubuhku terasa letih, dadaku sesak akibat terlalu sering terkena angin malam. Aku tatap langit-langit kamarku, seolah mencari sesuatu tapi entah apa itu. Perlahan mataku tertutup, kurasakan ketenangan dalam hati ini, damai tak ada kekacauan dan suara-suara yang memekakan telinga. Aku terlelap dan tiba-tiba aku melihat seorang gadis kecil yang memakai jilbab warna pink, mirip dengan jilbab yang kerap kali aku kenakan dulu sewaktu aku kecil. Gadis kecil itu berjalan di depanku, sesekali meliriku. Tapi begitu aku mendekatinya, gadis kecil yang mengenakan jilbab pink itu berlari menjauhiku. Aku terheran-heran, siapa gadis kecil itu?.

Perlahan semuanya menghilang seiring dengan suara lembut yang berusaha menyadarkanku, “Rika, bangun nak! sudah jam 6, hari ini masuk sekolah kan. Segera bagung, mandi, sarapannya sudah ibu siapkan di meja” ketika aku membuka mata, wajah ibuku yang dihiasi senyum teduhnya menjadi semangat untuk melewati hari-hariku. “Iya ibuku sayang, nih juga dah mau mandi kok. Pagi nih sarapan menunya apa buk?” tanyaku manja sembari memegang tangan ibuku yang sedari tadi berdiri di sampingku. Ibuku tak menjawab hanya melihat kearahku sembari tetap tersenyum. “Sudah mandi dulu sana!”. Ibuku yang pagi itu mengenakan terusan warna biru cerah membalikkan tubuhnya meninggalkan kamarku. Aku bergegas bangkit dari tempat tidurku, aku berjalan menuju kamar mandi yang terletak dalam ruangan kamarku. Langsung ku basahi tubuhku.

Usai mandi, tubuhku yang tadinya letih kembali segar, tenagaku yang sempat hilang hingga 80 persen sekaranga kembali pulih. Aku bergegas mengenakan seragam yang sudah tergantung di belakang pintu kamarku. Sedikit menyisir rambut panjangaku dan mengikatnya. Kutatap lekat-lekat wajahku, “Mbak Rick, sama ibuk suruh sarapan dulu sebelum berangkat, buruan!” teriak Dicky. Dicky adikku yang paling besar, sekarang dia menempuh pendidikan lanjutan pertama di salah satu sekolah favorit di kotaku. Aku bergegas lari meninggalkan kamarku langsung menuju meja makan, “hhmm..nyam-nyam, menunya sayur lodeh sama ikan asin nih? Enak banget”.

“Ayah nggak pulang lagi Dik?” tanyaku iseng sembari mengambil nasi yang sudah disiapkan di atas piring. “Nggak pulang lagi mbak, Ibuk semalam kyaknya juga nangis” jawab Dicky pelan. “Iya mbak semalam aku juga dengar kok, waktu mbak Ricka belum pulang” tambah Andre. “Andre adik bungsuku, sekarang masih kelas 5 Sekolah Dasar. Andre tidak secerdas Dicky, tapi dia anak yang penurut meskipun bandelnya minta ampun.

Mendengar penuturan kedua adikku, nafsu makanku langsung lenyap. Aku merasa bersalah, seharusnya akulah anak perempuan pertama yang harusnya menemani ibuku ketika beliau bersedih hati. “Anak macam apa aku ini, ketika ibu kesayanganku sedang bersedih dan membutuhkan seseorang untuk mengungkapkan kesedihannya, beliau malah hanya bisa menangis”hati kecilku berkecamuk. “Ayah itu emang sialan, nggak usah pulang selamanya aja sekalian” celetukku mengungkapkan kekesalanku. Adik-adikku hanya bisa terdiam mendengarkan perkataan kasarku. Ibuku yang berada di dapur langsung keluar. Diraihnya tanganku, dan diajak ke dapur yang berada di belakang ruang makan.

“Nak, ibu harap untuk lain kali jangan mengeluarkan kata-kata seperti itu tadi di depan adik-adikmu, kasihan mereka, belum saatnya mereka memikirkan keadaan seperti ini” pinta Ibuku dengan wajah memelas. Astaga tanpa aku sadari, aku kembali melukai perasaan ibuku, mata ibuku yang berkaca-kaca serasa menyayat-nyatat tubuhku. Perih, sakit aku rasakan, tanpa kusadari air mataku meleleh. Pertahanan ibuku pun akhirnya Jebol juga, matanya memerah seiring butiran-butiran kecil yang jatuh membasahi pipinya. Dalam hatiku menjerit, akankah penderitaan ini berakhir, Ayah kembalilah!!!!

read more.....

Minggu, 29 Juni 2008

MengaiS ruPiah


Libur panjang sekolah telah tiba. Sejumlah tempat wisata di kawasan Yogyakarta ramai dipadati pengunjung baik dari wilayah Yogyakarta maupun dari luar provinsi.

Moment seperti ini tidak disia-siakan oleh pedagang asongan yang kerap kali mangkal di sejumlah lokasi wisata. Mereka memanfaatkan lokasi semaksimal mungkin, sehingga bisa dijadikan tempat untuk mengais rupiah.

Mulai dari tangga pintu masuK lokasi wisata, teras-teras bangunan di lokasi wisata, hingga tembok pagar pembatas antara satu tempat ke tempat lainnya juga tak luput dari pedagang-pedagang asongan yang bertarung untuk sesuap nasi. Tak lagi menghiraukan terik matahari membakar kulit, tak menghiarukan debu. Mereka hanya sibuk menyeka keringat dan menawarkan barang dagangannya ke setiap pengunjung, berharap ada seorang "malaikat" yang membeli barang dagangannya untuk menyambung hidup esok.

read more.....

Minggu, 22 Juni 2008

The EducatioN of Indonesia


Wajah Dunia Pendidikan Daerah Pinggiran

"Bel...hhooooiiii..masuK" seru salah seorang siswa ketika mendengar besi tua itu di pukul keras-keras oleh seorang guru. Seperti di komando, kaki-kaki kecil yang sedari tadi berlarian di halaman sekolah yang ditumbuhi rumpuT liar langsung berhambuR masuk ke ruang kelas masing-masing.

Pagi itu usai bel tanda masuk nyaring berbunYi, tak ada satupun siswa yang masih berkeliaran di luar kelas. Mereka antusias mengikuti kegiatan belajar mengajar di sekolah dasar tersebuT.
Mereka seakan tak memperdulikan kondisi fisik bagunan dari sekolah itu. Dengan sarana yang sangat minim mereka masih semangat melakukan kewajibannya sebagai seorang pelajar.

Mungkin sekolah ini merupakan satu dari sekian ratus sekolah yang kondisi bangunannya sangat memprihatinkan. Separuh atap ruang kelas hilang, serta sebagian sisi tembok sudah retak-retak dan berpotensi ambruK sewaktu-waktu. Menurut keterangan warga sekitar lokasi, bangunan Sekolah Dasar itu memang sudah lama tidak direnovasi. Pihak Pemerintah setempat sepertinya kurang memberikan perhatian kepada sekolah daerah terpencil. Lantas siapa yang akan mengatasi Keterpurukannya dunia penididikan di Indonesia?

"Akankah terlahir seorang pemimpin dari Sekolah ini?"



read more.....